Senin, 25 Januari 2010

Usut Pelaku Pemukulan Terhadap Advokat


Pada Hari Selasa, 12 Januari 2010 di Medan tepatnya di lingkungan Pengadilan Negeri Medan telah terjadi keributan, ada suara caci maki, sorak-sorak atau teriakan yang ditujuhkan kepada dua orang. Suasanan cukup ramai waktu itu, sehingga orang berkerumun dan bertanya-tanya tentang apa gerangan kejadian? Rupanya ketika itu seorang advokat Mazwindra, SH bersama Kliennya Jhony Anwar (korban tindak pindana) menjadi objek caci maki yang berlanjut pada pemukulan sehingga mengakibatkan keduanya luka memar bahkan ada mengalami robek kecil di bagian wajah advokat tersebut...

Tak tinggal diam, advokat Mazwindra, SH bersama Kliennya membuat laporan/pengaduan ke Kepolisian Kota Besar Medan dan Sekitarnya dengan Nomor: 109/I/2010/SPK/TABES Tanggal 12 Januari 2010 diterima oleh Aipda. S. Manurung, atas pengaduan tersebut telah dilakukan beberapa kali pemeriksaan..

Disamping itu juga, sebagai seorang advokat yang tunduk kepada organisasi profesi, Advokat Mazwindra, SH telah membuat pengaduan kepada organisasi profesi advokat yang bertujuan untuk mencari perlindungan dan mengadvokasi proses hukum terhadap laporan/pengaduan di Poltabes..

Dua lembaga, Kepolisian RI dan Organisasi advokat adalah dua sisi yang berbeda. Kepolisian RI adalah alat negara (Pasal 4 dan Pasal 5 UU Nomor 2 Tahun 2002) yang dibentuk dengan tujuan untuk memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, tertib dan tegaknya hukum, terselenggaranya perlindungan, pengayoman dan pelayanan masyarakat serta terbinanya ketentraman masyarakat dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia...

Terkait hal tersebut, fungsi dan atau tujuan kepolisian dalam perkara advokat Mazwindra, SH tentunya hak normatif Mazwindra, SH telah dilaksanakan dan kenyataannya memang telah diterima oleh Pihak Kepolisian Kota Besar Medan. Akan tetapi proses penanganan perkara ini sangat lambat dan tidak porposional sedangkan bukti-bukti sesungguhnya telah diperoleh penyidik baik alat bukti saksi maupun alat bukti surat dari visum et repertum sesuai dengan ketentuan Pasal 184 Ayat (1) KUHAP, syarat minimal dua saksi juga telah terpenuhi. Penyidik pada faktanya telah mempunyai bukti permulaan yang cukup untuk menduga keras orang tersebut melakukan tindak pidana, sejak terpenuhinya bukti-bukti tersebut maka kepolisian dapat menggunakan kewenangannya untuk melakukan penangkapan dan penahanan terhadap tersangka (orang yang melakukan pemukulan terhadap advokat Mazwindra, SH. (Pasal 17 KUHAP)...

Pada hari kejadian caci maki dan pemukulan itu juga advokat Mazwindra, SH membuat laporan/pengaduan dengan kondisi real dan asli atas penderitaan yang dialami akibat pemukulan, apakah hal tersebut sebagai bukti awal yang cukup menduga keras telah terjadinya tindak pidana? Pada Hakikatnya tidak ada alasan bagi penyidik untuk tidak melakukan penangkapan dan penahanan atas tersangka, apakah Kepolisian dengan sengaja melambat-lambatkannya?

Mungkin Kepolisian belum menyadari bahwa advokat adalah penegak hukum juga sebagaimana dirinya (Pasal 5 Undang-Undang 18 Tahun 2003 tentang advokat), sesungguhnya apabila menyakiti advokat maka mencidrai Kepolisian. Harusnya Kepolisian menunjukan keseriusannya dan menyadari bahwa perkara ini tidak hanya menciderai seorang Mazwindra saja, akan tetapi ini bias kepada banyak orang yang berprofesi sebagai penegak hukum khususnya Advokat, hal ini dikarenakan advokat Mazwindra, SH sedang menjalankan profesinya sebagai advokat, jika tidak maka hanya menyentuh dirinya seorang. Ada sisi sosiologis di kalangan advokat yang menginginkan perkara ini secara cepat dilakukan tindakan tegas, dan jika hal tersebut tidak dilakukan maka advokat juga akan melakukan tindakan-tindakan hukum terhadap kepolisian...

Disamping itu lembaga profesi advokat sebagai tempat bernaungnya advokat jangan hanya duduk manis melihat dan membiarkan perkara ini, terlepas ada sekarang ada Peradi dan KAI serta Peradin, kejadian ini mencidrai martabat profesi advokat secara keseluruhan, untuk itu lembaga profesi harus melakukan advokasi atas perkara ini. Jika hal ini tidak dilakukan bukan tidak mungkin keesokan harinya akan bertambah korban lain dari kalangan advokat yang sedang menjalankan profesi advokatnya...






Jumat, 22 Januari 2010

Eksistensi Advokat I


Era sekarang dapat dijadikan sebagai era penegakan hukum, karena realitasnya upaya-upaya konkrit telah dilakukan terutama bagi pelaku tindak pidana korupsi yang sebelumnya tidak tersetuh oleh tangan hukum tetapi sekarang sudah dapat diseret ke meja hijau, tanpa mengenyampingkan pelaku-pelaku tindak pidana lainnya. Organ penekan hukum yang mencakup kepolisian, kejaksaan, pengadilan dan advokat memiliki peranan penting. Ada perbedaan yang signifikan antara advokat dengan penegak hukum lainya dalam fungsi, kedudukan hukum di negara ini, akan tetapi keseluruhannya merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan dan dibeda-bedakan.

Advokat menurut Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 Tentang Advokat telah dikukuhkan sebagai penegak hukum (law enforcement agency) ditegaskan dalam Pasal 5 (1) Advokat berstatus sebagai penegak hukum, bebas dan mandiri yang dijamin oleh hukum dan peraturan perundang-undangan, artinya advokat telah sejajar dengan penegak hukum lainnya. Dalam menjalankan profesi kedudukannya independen, mandiri dan tidak boleh ada yang menginterpensi dan mempengaruhi serta membatasinya. Kebebasan berekspresi dan berimprovisasi mencari tehnik-tehnik advokasi perkara klien telah dijamin dan dilindungi oleh undang-undang, tentunya juga merujuk pada norma-norma yang berlaku.

Advokat merupakan profesi yang bebas (free profession) yang tindak tunduk pada hirarki jabatan dan tidak pula tunduk pada perintah atasan, hanya menerima kuasa atau order dari kliennya berdasarkan surat kuasa yang telah ditandatangani.

Asas kebebasan advokat atau "independence of lawyers" merupakan syarat mutlak dari profesi yang diakui dan diterima serta dipertahankan dalam konferensi-konferensi advokat di seluruh dunia. Dan disyaratkan dalam Resolusi Kongres VII PBB tahun 1985 yang menyatakan bahwa asas kebebasan advokat atau independence of lawyers merupakan syarat mutlak sebagai komplemen atau bagian yang tidak terpisah dari kebebasan peradilan atau sebagai "coplement of the independence of judiciary" (Ropaun Rambe 38:2003)

Dalam sidang pengadilan, Advokat juga diberikan kebebasan dalam proses mengadvokasi Kliennya, Hakim yang memimpin persidangan tidak boleh membatasi Kebebesan dan kemandirian advokat dalam menyampaikan pendapat yang notabene hak konstitusional seorang advokat. dalam Pasal 14 Advokat bebas mengeluarkan pendapat atau pernyataan dalam membela perkara yang menjadi tanggung jawabnya di dalam sidang pengadilan dengan tetap berpegang pada kode etik profesi dan peraturan perundang-undangan. Disamping itu juga dalam Pasal 15 ditegaskan: Advokat bebas dalam menjalankan tugas profesinya untuk membela perkara yang menjadi tanggung jawabnya dengan tetap berpegang pada kode etik profesi dan peraturan perundang-undangan. Kedudukan konstitusional dan hak normatif tersebut harus dihormati oleh semua pihak, baik pengadilan, kepolisian, kejaksaan maupun pihak-pihak lain.